
CHARACTER MANAGEMENT : How to Raise Good Children Character
Model Bisnis Keuangan Mikro Syariah Indonesia
Judul:
Model Bisnis Keuangan Mikro Syariah Indonesia
Penulis:
Darsono, Ali Sakti, Ferry Syarifuddin, Enny Tin Suryanti
Editor:
Muhammad Syafii Antonio, Sofyan RH Zaid
Penerbit:
Tazkia Publishing & Bank Indonesia Institute
Cetakan I:
Oktober 2019
Spesifikasi:
Soft Cover, Spot UV, Embos, Laminating Doft, Bookpaper 57.5gram,
400 Halaman, Color
ISBN:
978-602-7540-20-0
Harga:
Rp.175.000
(belum termasuk ongkos kirim)
Pemesanan:
Instagram: tazkiapublishing
Facebook: Tazkia Tiu
Telepon: +6221 8378 3638
Whatsapp: +6281 8054 4143
RINGKASAN EKSEKUTIF
Praktik keuangan mikro syariah di Indonesia pada hakikatnya telah berlangsung lama. Kepedulian pada masyarakat miskin dalam sebuah komunitas yang ada dalam satu kampung, dusun, desa atau kelompok suku atau marga tertentu merupakan refleksi dari nilai budaya orisinal masyarakat Indonesia yang memiliki ikatan sosial atau kekeluargaan begitu kuat. Nilai budaya tersebut semakin diperkuat oleh ajaran Islam yang menjadi keyakinan mayoritas masyarakat Indonesia. Kini lembaga yang melakukan pemberdayaan tersebut lebih familiar disebut institusi keuangan mikro. Selain itu, khusus untuk praktik yang menggunakan prinsip syariah, lembaga pemberdayaan atau keuangan mikro ini jauh lebih kompleks dan lengkap menerapkan prinsip syariah dalam operasionalnya.
Praktik keuangan mikro
syariah modern dalam bentuk yang lebih kompleks sudah berkembang hampir 3
(tiga) dekade. Tantangan pengembangan sektor keuangan mikro syariah semakin
meningkat seiring dengan bervariasinya keuangan mikro secara kelembagaan,
produk, dan pelayanan, serta model bisnisnya.
Sekali lagi, seiring dengan semakin berkembangnya sektor keuangan mikro syariah, dibutuhkan berbagai model bisnis keuangan mikro syariah yang ideal, workable dan prudent yang bisa melayani lebih banyak masyarakat, menjawab harapan berbagai pihak, sesuai dengan karakter bisnis sektor keuangan mikro syariah di Indonesia. Selain itu, keuangan mikro syariah harus berorientasi pada masa depan dan comply dengan standar internasional. Harapannya model bisnis keuangan mikro syariah tersebut dapat dijadikan acuan (benchmark) bagi regulator untuk pengembangan industri sektor keuangan mikro syariah ke depan dan menjadi acuan bagi sektor keuangan mikro syariah dalam menyusun kerangka bisnis operasional dan pelaku industri lainnya.
Secara operasional, model bisnis keuangan mikro syariah mencakup aspek bisnis dan non-bisnis (seperti aspek syariah atau sosial) dari beragam aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat. Contoh aspek bisnis, misalnya operasional keuangan mikro syariah yang menguntungkan (profitable) bagi stakeholder dan perekonomian nasional pada umumnya. Di samping itu, juga memudahkan aktivitas bisnis masyarakat dan mendorong pertumbuhan industri dan perekonomian nasional. Sementara itu, contoh aspek syariah, yaitu kesesuaian model bisnis keuangan mikro syariah Indonesia dengan maqasid al syariah yang memiliki unsur-unsur keadilan, kemaslahatan, dan keseimbangan guna mencapai masyarakat Indonesia yang lebih sejahtera secara material dan spiritual.
Model bisnis keuangan mikro syariah diharapkan juga dapat memberikan gambaran proses bisnis operasional sektor keuangan mikro syariah yang pro sektor riil dan tahan terhadap krisis untuk kemaslahatan masyarakat atau diistilahkan sebagai mainstream sektor keuangan mikro syariah Indonesia. Tentunya, model tersebut sejalan dengan visi dan misi pengembangan keuangan mikro syariah. Maksudnya, selain beroperasi dengan kontrak-kontrak bisnis islami, industri sektor keuangan mikro syariah Indonesia juga tumbuh kondusif, sehat, efisien, dan kompetitif dengan prinsip kehati-hatian yang sesuai dengan karakteristik bisnis masyarakat Indonesia.
Keuangan mikro syariah telah banyak memberikan kontribusi dalam sistem keuangan nasional, di antaranya sebagai lembaga yang menjembatani antara pihak yang surplus dan pihak yang defisit, memberikan fasilitas dan mengakomodasi usaha mikro dalam rangka financial, economic dan growth inclusion, menjadi sarana pemberdayaan masyarakat (empowerment), serta penyempurna atau pelengkap pelaku keuangan dalam sistem keuangan. Sungguhpun demikian, masih banyak kendala dan tantangan yang dihadapi sektor keuangan mikro syariah di Indonesia, terutama terkait dengan regulasi yang masih saling tumpang tindih dan minimnya jenis produk aturan turunan mengenai eksistensi institusi keuangan mikro syariah. Oleh karena itu, diperlukan sinergitas antara pemangku otoritas dengan pihak-pihak terkait untuk mengembangkan model bisnis keuangan mikro syariah yang dapat diterima masyarakat golongan prasejahtera dengan mudah.
Melalui buku ini
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman model model bisnis institusi keuangan
mikro syariah di Indonesia yang beragam. Oleh sebab itu, penulisan buku ini
penting dilakukan, bukan saja untuk kalangan akademisi, tetapi juga bagi
praktisi dan nasabah institusi keuangan mikro serta regulator guna
mewadahi institusi keuangan mikro syariah dan mempertimbangkan kemaslahatan
untuk masyarakat yang lebih luas.
Keinginan masyarakat
Indonesia untuk beraktivitas ekonomi Keinginan masyarakat Indonesia untuk
beraktivitas ekonomi yang sesuai prinsip syariah sudah dimulai sejak berdirinya
Sarikat Dagang Islam pada tahun 1905. Sejarah perkembangan institusi
keuangan mikro di Indonesia diawali dengan didirikannya Koperasi Jasa Keahlian
Teknosa.
Koperasi Jasa Keahlian Teknosa merupakan sebuah Institusi keuangan syariah yang pertama kali beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Koperasi ini berbentuk Baitul Tamwil yang mulai beroperasi pada tanggal 4 Juli 1984. Awalnya modal koperasi ini hanya sebesar Rp34 juta sampai akhirnya memiliki aset sebesar Rp1,5 miliar. Koperasi ini ditutup karena adanya pembiayaan bermasalah pada tahun 1989. Selanjutnya muncul Bait At Tamwil Masjid Salman Institut Teknologi Bandung dan koperasi Ridho Gusti yang berada di Jakarta pada tahun 1980-an. Akhirnya setelah itu lahir beberapa Institusi keuangan syariah, seperti Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Indonesia pantas disebut
sebagai laboratorium dunia institusi keuangan mikro, karena beragam dan kayanya
institusi keuangan mikro yang ada di Indonesia. Beberapa institusi keuangan
mikro tersebut di antaranya berbasis koperasi (KSP, KSPPS), berbasis
perbankan (BPR, BPRS), berbasis adat (LPN, LPD), dan berbasis daerah (BKD,
LDKP, BKK).
Secara umum, institusi-institusi tersebut memiliki bentuk dan karakteristiknya masing-masing, termasuk juga dalam menjalankan kegiatan usahanya. Kemudian, yang menjadi pembeda dengan keuangan mikro syariah adalah model kerja samanya (partnership) dengan pihak-pihak terkait yang disesuaikan dengan prinsip syariah. Elemen utamanya terletak pada kesepakatan, kerelaan, dan keterbukaan antara pihak-pihak yang bekerja sama. Sejumlah lembaga yang telah berhasil menerapkan model-model bisnis keuangan mikro, di antaranya model Grameen Bank, model Village bank, model koperasi, dan credit union. Dari berbagai jenis model keuangan mikro yang ada, Indonesia telah berhasil mengaplikasikan beberapa model keuangan mikro syariah. Bentuk penerapannya dapat dilihat dengan adanya berbagai lembaga swadaya masyarakat, koperasi, dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT).
Oleh karena itu, melalui
buku ini, kita bisa melihat model bisnis institusi keuangan syariah yang
beragam di Indonesia. Barangkali, tidaklah berlebihan, bila ada yang menyebut
Indonesia sebagai satu-satunya negara di dunia yang mempunyai model bisnis
institusi keuangan mikro syariah paling variatif!
Peta Keuangan Mikro Syariah Indonesia
November 2018
(belum termasuk ongkos kirim)
M: +6281 8054 4143
Lembaga keuangan mikro menjadi tidak terpisahkan dari masyarakat miskin dan pelaku usaha kecil dan mikro di belahan dunia manapun sebagai penyedia akses keuangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan mereka. Munculnya keuangan mikro itu sendiri didasari oleh banyak latar belakang dan motif. Mulai dari kebutuhan masyarakat, keberagaman adat budaya, program pemerintah, maupun sebagai pelengkap infrastruktur sebuah institusi seperti institusi pendidikan, pondok pesantren maupun institusi lainnya.
FORM ORDER PEMBELIAN BUKU
Kebijakan Moneter Syariah dalam Sistem Keuangan Ganda
Kebijakan Moneter Syariah dalam Sistem Keuangan Ganda
November 2018
(belum termasuk ongkos kirim)
T: +6221 8378 3638
Perkembangan industri keuangan syariah memunculkan tantangan tersendiri bagi otoritas pengaturan sektor keuangan sebuah negara. Tantangan tersebut khususnya pada formulasi kebijakan moneter yang mengakomodasi dua prinsip aplikasi, yaitu konvensional dan syariah. Pengaturan akan semakin kompleks manakala target penjagaan stabilitas harga harus diikuti dengan pemenuhan pada prinsip-prinsip syariah. Kompleksitasnya juga meliputi pemilihan instrumen dari instrumen yang beragam, baik konvensional maupun syariah, untuk satu set kebijakan moneter yang memberikan sinyal kebijakan yang sama.
Berdasarkan perspektif syariah, keberadaan bunga akan membentuk sektor keuangan yang berdiri sendiri dengan pasar keuangan bervariasi. Hal ini berpotensi menarik uang beredar dari sektor riil dan berputar di sektor keuangan (money concentration) lebih banyak dan lebih lama. Kecenderungan ini semakin diperkuat dengan praktek spekulasi di pasar keuangan yang menjadi daya tarik para pemilik dana untuk menghasilkan keuntungan dengan relatif lebih cepat, dari sejumlah uang yang dimilikinya. Uang beredar tersebut sepatutnya mengalir lancar ke sektor ekonomi riil memfasilitasi aktivitas produktif, yaitu aktivitas penciptaan barang dan jasa.
Dengan ekonomi berbasis bunga, yang terjadi hanyalah pembangunan ekonomi yang bersifat semu (bubble economy), volume ekonomi lebih bersifat abstrak, ia tidak menggambarkan produktivitas dan kesejahteraan secara riil, karena penciptaan uang tidak mengikuti penciptaan barang dan jasa. Berbeda dengan yang ada dalam konsep ekonomi Islam, dimana hubungan sektor keuangan erat dengan yang ada di sektor riil. Dengan demikian, sistem syariah dan konvensional memiliki prinsip dan asumsi yang berbeda dalam operasional dan mekanisme transmisi kebijakan dalam mencapai dan menjaga stabilitas harga.
Pada umumnya industri keuangan syariah di banyak negara di dunia tumbuh dalam satu sistem keuangan, di mana praktik keuangan konvensional sudah berjalan. Keberadaan aplikasi keuangan syariah membuat sistem keuangan dalam satu negara memiliki dua model atau konsep keuangan, yaitu syariah dan konvensional, yang kemudian dikenal dengan sistem keuangan ganda (dual financial system). Hal tersebut menuntut pengaturan industri keuangan yang menggunakan dua konsep tersebut difasilitasi oleh perangkat yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh kedua konsep keuangan tersebut.
Dalam kebijakan moneter, uang pada dasarnya menjadi objek utama pembahasan karena memiliki implikasi pada sektor riil dan keuangan. Moneter atau monetary berasal dari kata moneta (latin), yang berarti uang. Kebijakan moneter merupakan kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Kebijakan moneter sebagai salah satu dari kebijakan ekonomi makro pada umumnya disesuaikan dengan kondisi business cycle ‘siklus kegiatan ekonomi’.
Penerapan kebijakan moneter tidak dapat dilakukan secara terpisah dengan penerapan kebijakan ekonomi makro lainnya, seperti kebijakan fiskal, kebijakan sektor riil, dan lain-lain. Hal ini terutama mengingat keterkaitan antara kebijakan moneter dan bagian kebijakan ekonomi makro lain yang sangat erat. Dalam konsep moneter konvensional, keeratan hubungan uang dan bunga menjadikan keduanya sebagai variable penting dalam penentuan jenis dan instrumen kebijakan moneter konvensional yang berbeda dengan konsep moneter syariah. Kebijakan moneter yang selama ini dikenal, dikembangkan dengan pemahaman lanskap perekonomian menggunakan sudut pandang konvensional.
Corak perekonomian Islam yang bias pada sektor riil membuat logika kebijakan di sektor keuangan seperti kebijakan moneter. Salah satu prinsip syariah utama dalam sistem ekonomi Islam adalah pelarangan riba (prohibition of riba). Dengan definisi yang ada dapat disimpulkan bahwa riba memiliki karakteristik yang serupa dengan bunga. Sehingga cukup tepat dikatakan bahwa bunga sama dengan riba. Jika ditinjau dari rasionalitas pasar, pemberlakuan bunga atau sistem riba sebenarnya membuat mekanisme di pasar menjadi tidak rasional. Dengan bunga yang selalu dalam keadaan positif, maka ekonomi atau pasar dipaksa harus selalu ada dalam pergerakan positif, atau dengan kata lain semua unit usaha selalu ada dalam kondisi profit. Padahal dalam kondisi nyata, perekonomian bisa saja dalam kondisi merugi.
Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004, tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Pasal 7). Amanat ini memberikan kejelasan peran bank sentral dalam perekonomian, sehingga dalam pelaksanaan tugasnya Bank Indonesia dapat lebih fokus dalam pencapaian "single objective"-nya. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi dan terhadap mata uang lain. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating).
Wewenang Bank Indonesia juga tertuang pula dalam Peraturan Dewan Gubernur (PDG) No. 18/7/PDG/2016 mengenai Kerangka Kerja Kebijakan Moneter, yang menjelaskan bahwa operasi moneter dapat dilakukan secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Operasi moneter syariah merupakan bagian tidak terpisahkan dari pengelolaan moneter dalam rangka implementasi kebijakan moneter. Dengan demikian, kerangka kebijakan moneter syariah yang dilaksanakan Bank Indonesia sebagai otoritas moneter adalah kebijakan moneter syariah yang berada dalam dual banking system. Menurut sudut pandang Islam, bentuk kebijakan moneter saat ini relatif tidak ideal. Bukan hanya tidak ideal pada instrumen, tetapi mungkin juga tidak ideal menggunakan paradigma dan prinsip keuangan syariah. Prinsip operasi moneter pada prinsipmya memiliki kesamaan tujuan dengan prinsip operasi moneter kontemporer yang selama ini telah diterapkan secara luas. Adapun perbedaan yang muncul berasal dari konsep penggunaan uang dimana konsep syariah hanya menekankan motif penggunaan uang pada aspek fasilitasi transaksi dan store of value.
Pengaturan sektor keuangan sepatutnya mendorong lembaga keuangan syariah untuk selalu terhubung dengan aktivitas ekonomi produktif di sektor riil. Oleh sebab itu, sebagai otoritas yang mengatur besarnya jumlah uang, bank sentral harus mampu menyediakan instrumen moneter yang dapat menyerap kelebihan uang (excess money) di perekonomian untuk kemudian dihubungkan dengan kegiatan atau projek ekonomi produktif sektor riil.
Otoritas perlu mendorong terciptanya lingkungan industri yang kondusif bagi berkembanganya sektor keuangan syariah nasional, melalui pengaturan industri yang baik termasuk formulasi kebijakan moneter dengan tersedianya instrumen moneter syariah yang tepat. Pengembangan industri perbankan dan keuangan syariah yang efektif tentunya membutuhkan dukungan berbagai pihak, terutama saat implementasi konsep ke dalam kebijakan pengembangan oleh otoritas terkait dan pengembangan berbagai instrumen keuangan syariah yang dapat dijadikan sebagai wahana penerapan kebijakan.
Kebijakan moneter syariah melalui peran dan fungsi instrumen moneter, diharapkan dapat berperan: (i) menjaga keseimbangan sektor riil dan sektor keuangan dalam perekonomian; (ii) mencegah penumpukan uang beredar di sektor keuangan secara berlebihan yang dapat memicu krisis; (iii) mencegah pelipat gandaan uang; (iv) meningkatkan daya tahan (imunitas) perekonomian terhadap potensi krisis; (v) mampu menjadi saluran (channel) bagi kelebihan dana di perekonomian; (vi) mengoptimalkan alokasi sumber daya dalam perekonomian.
Sementara itu, lembaga otoritas di sektor keuangan syariah sudah relatif terbangun dan optimal dalam pengaturan dan pengawasan industri, di antaranya Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Dewan Syariah Nasional. Adapun beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk perumusan kebijakan moneter syariah dalam sistem keuangan ganda, agar lebih dapat memenuhi prinsip syariah dan efektif sebagai kebijakan di antaranya arah kebijakan moneter untuk masing-masing sistem tidak harus sama, tetapi keduanya harus mempertimbangkan ketersediaan likuiditas bagi kelancaran keuangan dan pembangunan ekonomi, infrastruktur hukum yang belum mendapat pijakan yang jelas, pengembangan pasar modal dan pasar keuangan yang berbasis bagi hasil, penyusunan sebuah Masterplan pengembangan sistem keuangan syariah nasional, mendorong kecukupan ketersediaan sumber daya manusia berkualitas dalam keuangan syariah, mendorong penggunaan beberapa alternatif instrumen berbasis syariah untuk kebijakan moneter, serta penguatan langkah bersama khususnya otoritas-otoritas lembaga keuangan syariah dalam menciptakan lingkungan industri keuangan syariah yang kondusif bagi praktik-praktik kebijakan moneter syariah dan penggunaan instrumen moneter syariah dalam rangka mewujudkan industri keuangan syariah yang ideal, sehingga kemanfaatan sektor keuangan syariah dirasakan secara optimal oleh perekonomian.
FORM ORDER PEMBELIAN BUKU
Ensiklopedia Prophetic Leadership & Management Wisdom
Leadership dan management merupakan kata kunci yang paling banyak dicari oleh manusia modern demi mencapai sukses yang lebih cepat. Oleh sebab itu, banyak orang berlomba-lomba menulis buku tentang itu. Banyak orang berlomba-lomba membuat model pelatihan akan hal itu. Selain dijual dengan harga yang mahal, baik buku maupun pelatihan leadership dan management mereka selalu digali dari dunia Barat.
- Shiddiq (Personal Excellence)
- Amanah (Inter-Personal Kapital)
- Fathanah (Professionalism, Quality & Competence)
- Tabligh (Visionary dan Communicative Leadership)
Profile Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec